Khulafaur Rasyidin ( 11-40 H / 632-660 M)
Khilafah Rasyidah
merupakan pemimpin umat Islam setelah Nabi Muhammad SAW wafat, yaitu pada masa pemerintahan
Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, dimana
sistem pemerintahan yang diterapkan adalah pemerintahan yang demokratis.
Nabi Muhammad SAW tidak
meninggalkan wasiat tentang siapa yang akan menggantikan beliau sebagai
pemimpin politik umat Islam setelah beliau wafat. Beliau nampaknya menyerahkan
persoalan tersebut kepada kaum muslimin sendiri untuk menentukannya. Karena
itulah, tidak lama setelah beliau wafat; belum lagi jenazahnya dimakamkan,
sejumlah tokoh Muhajirin dan Anshar berkumpul di suatu tempat yang bernama
Tsaqifah milik Bani Sa’idah. Mereka memusyawarahkan siapa yang akan dipilih
menjadi pemimpin. Musyawarah itu berjalan cukup alot karena masing-masing
pihak, baik Muhajirin maupun Anshar, sama-sama merasa berhak menjadi pemimpin
umat Islam. Namun, dengan semangat ukhuwah Islamiyah yang tinggi, akhirnya, Abu
Bakar terpilih. Rupanya, semangat keagamaan Abu Bakar mendapat penghargaan yang
tinggi dari umat Islam, sehingga masing-masing pihak menerima dan membaiatnya.
1. Kholifah Abu Bakar As-Sidiq ra. ( 11-13 H / 632-634 M)
Sebagai pemimpin umat
Islam setelah Rasul, Abu Bakar disebut Khalifah Rasulillah (Pengganti Rasul)
yang dalam perkembangan selanjutnya disebut khalifah saja. Khalifah adalah
pemimpin yang diangkat sesudah Nabi wafat untuk menggantikan beliau melanjutkan
tugas-tugas sebagai pemimpin agama dan kepala pemerintahan.
Abu Bakar menjadi khalifah
hanya dua tahun. Pada tahun 634 M ia meninggal dunia. Masa sesingkat itu habis
untuk menyelesaikan persoalan dalam negeri terutama tantangan yang ditimbulkan
oleh suku-suku bangsa Arab yang tidak mau tunduk lagi kepada pemerintah
Madinah. Mereka menganggap bahwa perjanjian yang dibuat dengan Nabi Muhammad
SAW, dengan sendirinya batal setelah Nabi wafat. Karena itu mereka menentang
Abu Bakar. Karena sikap keras kepala dan penentangan mereka yang dapat
membahayakan agama dan pemerintahan, Abu Bakar menyelesaikan persoalan ini
dengan apa yang disebut Perang Riddah (perang melawan kemurtadan). Khalid ibn
Al-Walid adalah jenderal yang banyak berjasa dalam Perang Riddah ini.
Nampaknya, kekuasaan yang dijalankan pada masa Khalifah Abu Bakar, sebagaimana pada masa Rasulullah, bersifat sentral; kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif terpusat di tangan khalifah. Selain menjalankan roda pemerintahan, Khalifah juga melaksanakan hukum. Meskipun demikian, seperti juga Nabi Muhammad SAW, Abu Bakar selalu mengajak sahabat-sahabat besarnya bermusyawarah.
Nampaknya, kekuasaan yang dijalankan pada masa Khalifah Abu Bakar, sebagaimana pada masa Rasulullah, bersifat sentral; kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif terpusat di tangan khalifah. Selain menjalankan roda pemerintahan, Khalifah juga melaksanakan hukum. Meskipun demikian, seperti juga Nabi Muhammad SAW, Abu Bakar selalu mengajak sahabat-sahabat besarnya bermusyawarah.
Setelah menyelesaikan
urusan perang dalam negeri, barulah Abu Bakar mengirim kekuatan ke luar Arabia.
Khalid ibn Walid dikirim ke Iraq dan dapat menguasai al-Hirah di tahun 634 M.
Ke Syria dikirim ekspedisi di bawah pimpinan empat jenderal yaitu Abu Ubaidah,
Amr ibn ‘Ash, Yazid ibn Abi Sufyan dan Syurahbil. Sebelumnya pasukan dipimpin
oleh Usamah yang masih berusia 18 tahun. Untuk memperkuat tentara ini, Khalid
ibn Walid diperintahkan meninggalkan Irak, dan melalui gurun pasir yang jarang
dijalani, ia sampai ke Syria. Salah satu hal monumental pada era Abu Bakar ra adalah
pengumpulan mushaf al Quran dari para sahabat-sahabat yang lain, yang dipimpin
oleh Zaid bin Tsabit ra.
2. Kholifah Umar bin Khatab ra. (13-23 H / 634-644 M)
Abu Bakar meninggal dunia,
sementara barisan depan pasukan Islam sedang mengancam Palestina, Irak, dan
kerajaan Hirah. Ia diganti oleh “tangan kanan”nya, Umar ibn Khattab. Ketika Abu
Bakar sakit dan merasa ajalnya sudah dekat, ia bermusyawarah dengan para pemuka
sahabat, kemudian mengangkat Umar sebagai penggantinya dengan maksud untuk
mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan dan perpecahan di kalangan umat
Islam. Kebijaksanaan Abu Bakar tersebut ternyata diterima masyarakat yang
segera secara beramai-ramai membaiat Umar. Umar menyebut dirinya Khalifah
Rasulillah (pengganti dari Rasulullah). Ia juga memperkenalkan istilah Amir
al-Mu’minin (Komandan orang-orang yang beriman). Di zaman Umar gelombang
ekspansi (perluasan daerah kekuasaan) pertama terjadi; ibu kota Syria,
Damaskus, jatuh tahun 635 M dan setahun kemudian, setelah tentara Bizantium
kalah di pertempuran Yarmuk, seluruh daerah Syria jatuh ke bawah kekuasaan
Islam. Dengan memakai Syria sebagai basis, ekspansi diteruskan ke Mesir di
bawah pimpinan ‘Amr ibn ‘Ash dan ke Irak di bawah pimpinan Sa’ad ibn Abi
Waqqash. Iskandaria, ibu kota Mesir, ditaklukkan tahun 641 M. Dengan demikian,
Mesir jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Al-Qadisiyah, sebuah kota dekat Hirah di
Iraq, jatuh tahun 637 M. Dari sana serangan dilanjutkan ke ibu kota Persia,
al-Madain yang jatuh pada tahun itu juga. Pada tahun 641 M, Mosul dapat
dikuasai. Dengan demikian, pada masa kepemimpinan Umar, wilayah kekuasaan Islam
sudah meliputi Jazirah Arabia, Palestina, Syria, sebagian besar wilayah Persia,
dan Mesir.
Karena perluasan daerah
terjadi dengan cepat, Umar segera mengatur administrasi negara dengan mencontoh
administrasi yang sudah berkembang terutama di Persia. Administrasi
pemerintahan diatur menjadi delapan wilayah propinsi: Makkah, Madinah, Syria,
Jazirah Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. Beberapa departemen yang dipandang
perlu didirikan. Pada masanya mulai diatur dan ditertibkan sistem pembayaran
gaji dan pajak tanah. Pengadilan didirikan dalam rangka memisahkan lembaga
yudikatif dengan lembaga eksekutif. Untuk menjaga keamanan dan ketertiban,
jawatan kepolisian dibentuk. Demikian pula jawatan pekerjaan umum. Umar juga
mendirikan Bait al-Mal, menempa mata uang, dan menciptakan tahun hijrah.
Salah satu hal yang
monumental pada era Umar ra adalah mengenai sholat tarawih. Berikut salah satu
riwayatnya, yang menjadi pegangan umat islam di seluruh dunia sampai saat ini. Diriwayatkan
oleh Yazid Ibn Khusayfah dari Sâib Ibn Yazîd bahwa semua orang mengerjakan
sholat tarawih 20 rakaat dalam bulan ramadlan pada masa khalifah Umar Ibn
Khatab ra. (Baihaqi dalam As Sunaul Kubra, vol.2 hal 496). Peganglah kuat-kuat
sunnahku dan sunnah khulafaurrasyidin.(Abu Dawud vol 2 hal 635, Tirmidzi vol 2
hal 108, Sunan Darimi vol 1 hal 43 dan Ibn Majah hal 5). Umar ra memerintah
selama sepuluh tahun (13-23 H/634-644 M). Masa jabatannya berakhir dengan
kematian. Dia dibunuh oleh seorang budak dari Persia bernama Abu Lu’lu’ah.
Untuk menentukan penggantinya, Umar tidak menempuh jalan yang dilakukan Abu
Bakar. Dia menunjuk enam orang sahabat dan meminta kepada mereka untuk memilih
salah seorang diantaranya menjadi khalifah. Enam orang tersebut adalah Usman,
Ali, Thalhah, Zubair, Sa’ad ibn Abi Waqqash, Abdurrahman ibn ‘Auf. Setelah Umar
wafat, tim ini bermusyawarah dan berhasil menunjuk Utsman sebagai khalifah,
melalui persaingan yang agak ketat dengan Ali ibn Abi Thalib.
3. Kholifah Utsman bin ‘Afan ra. ( 23-35 H / 644-655 M)
Di masa pemerintahan
Utsman (644-655 M), Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan bagian yang tersisa
dari Persia, Transoxania, dan Tabaristall berhasil direbut. Ekspansi Islam pertama
berhenti sampai di sini. Pemerintahan Usman berlangsung selama 12 tahun, pada
paruh terakhir masa kekhalifahannya muncul perasaan tidak puas dan kecewa di
kalangan umat Islam terhadapnya. Kepemimpinan Usman memang sangat berbeda
dengan kepemimpinan Umar. Ini mungkin karena umumnya yang lanjut (diangkat
dalam usia 70 tahun) dan sifatnya yang lemah lembut. Akhirnya pada tahun 35 H
1655 M, Usman dibunuh oleh kaum pemberontak yang terdiri dari orang-orang yang
kecewa itu. Salah satu faktor yang menyebabkan banyak rakyat kecewa terhadap
kepemimpinan Usman adalah kebijaksanaannya mengangkat keluarga dalam kedudukan
tinggi. Yang terpenting diantaranya adalah Marwan ibn Hakam. Dialah pada
dasarnya yang menjalankan pemerintahan, sedangkan Usman hanya menyandang gelar
Khalifah. Setelah banyak anggota keluarganya yang duduk dalam jabatan-jabatan
penting, Usman laksana boneka di hadapan kerabatnya itu. Dia tidak dapat
berbuat banyak dan terlalu lemah terhadap keluarganya. Dia juga tidak tegas
terhadap kesalahan bawahan. Harta kekayaan negara, oleh karabatnya
dibagi-bagikan tanpa terkontrol oleh Usman sendiri. Meskipun demikian, tidak
berarti bahwa pada masanya tidak ada kegiatan-kegjatan yang penting. Usman
berjasa membangun bendungan untuk menjaga arus banjir yang besar dan mengatur
pembagian air ke kota-kota. Dia juga membangun jalan-jalan, jembatan-jembatan,
masjid-masjid dan memperluas masjid Nabi di Madinah. Penulisan Al Quran
dilakukan kembali pada masa Utsman ra. Ini terjadi pada tahun 25 H. Dan al
Quran yang kita pegang saat ini adalah mushaf Utsman.
4. Kholifah Ali Ibn Abi Thalib ra. ( 35-40 H / 655-660 M)
Setelah Utsman wafat,
masyarakat beramai-ramai membaiat Ali ibn Abi Thalib sebagai khalifah. Ali
memerintah hanya enam tahun. Selama masa pemerintahannya, ia menghadapi
berbagai pergolakan. Tidak ada masa sedikit pun dalam pemerintahannya yang
dapat dikatakan stabil. Setelah menduduki jabatan khalifah, Ali memecat para
gubernur yang diangkat oleh Utsman. Dia yakin bahwa pemberontakan-pemberontakan
terjadi karena keteledoran mereka. Dia juga menarik kembali tanah yang
dihadiahkan Utsman kepada penduduk dengan menyerahkan hasil pendapatannya
kepada negara, dan memakai kembali sistem distribusi pajak tahunan diantara
orang-orang Islam sebagaimana pernah diterapkan Umar. Tidak lama setelah itu,
Ali ibn Abi Thalib menghadapi pemberontakan Thalhah, Zubair dan Aisyah. Alasan
mereka, Ali tidak mau menghukum para pembunuh Utsman, dan mereka menuntut bela
terhadap darah Utsman yang telah ditumpahkan secara zalim. Ali sebenarnya ingin
sekali menghindari perang. Dia mengirim surat kepada Thalhah dan Zubair agar
keduanya mau berunding untuk menyelesaikan perkara itu secara damai. Namun
ajakan tersebut ditolak. Akhirnya, pertempuran yang dahsyat pun berkobar.
Perang ini dikenal dengan nama Perang Jamal (Unta), karena Aisyah dalam
pertempuran itu menunggang unta, dan berhasil mengalahkan lawannya. Zubair dan
Thalhah terbunuh ketika hendak melarikan diri, sedangkan Aisyah ditawan dan
dikirim kembali ke Madinah. Bersamaan dengan itu, kebijaksanaan-kebijaksanaan
Ali juga mengakibatkan timbulnya perlawanan dari gubernur di Damaskus,
Mu’awiyah, yang didukung oleh sejumlah bekas pejabat tinggi yang merasa
kehilangan kedudukan dan kejayaan. Setelah berhasil memadamkan pemberontakan Zubair,
Thalhah dan Aisyah, Ali bergerak dari Kufah menuju Damaskus dengan sejumlah
besar tentara. Pasukannya bertemu dengan pasukan Mu’awiyah di Shiffin.
Pertempuran terjadi di sini yang dikenal dengan nama perang shiffin. Perang ini
diakhiri dengan tahkim (arbitrase), tapi tahkim ternyata tidak menyelesaikan
masalah, bahkan menyebabkan timbulnya golongan ketiga, al-Khawarij, orang-orang
yang keluar dari barisan Ali. Akibatnya, di ujung masa pemerintahan Ali bin Abi
Thalib umat Islam terpecah menjadi tiga kekuatan politik, yaitu Mu’awiyah,
Syi’ah (pengikut) Ali, dan al-Khawarij (oran-orang yang keluar dari barisan
Ali). Keadaan ini tidak menguntungkan Ali. Munculnya kelompok al-khawarij
menyebabkan tentaranya semakin lemah, sementara posisi Mu’awiyah semakin kuat.
Pada tanggal 20 ramadhan 40 H (660 M), Ali terbunuh oleh salah seorang anggota
Khawarij.
Pasca Ali ibn Abi Thalib.,
Hasan ibn Ali (40-41 H / 660-661 M)
Kedudukan Ali sebagai
khalifah kemudian dijabat oleh anaknya Hasan selama beberapa bulan. Namun,
karena Hasan tentaranya lemah, sementara Mu’awiyah semakin kuat, maka Hasan
membuat perjanjian damai. Perjanjian ini dapat mempersatukan umat Islam kembali
dalam satu kepemimpinan politik, di bawah Mu’awiyah ibn Abi Sufyan. Di sisi
lain, perjanjian itu juga menyebabkan Mu’awiyah menjadi penguasa absolut dalam
Islam. Tahun 41 H (661 M), tahun persatuan itu, dikenal dalam sejarah sebagai
tahun jama’ah (‘am jama’ah)! Dengan demikian berakhirlah masa yang disebut
dengan masa Khulafa’ur Rasyidin, dan dimulailah kekuasaan Bani Umayyah dalam
sejarah politik Islam. Ketika itu wilayah kekuasaan Islam sangat luas. Ekspansi
ke negeri-negeri yang sangat jauh dari pusat kekuasaannya dalam waktu tidak
lebih dari setengah abad, merupakan kemenangan menakjubkan dari suatu bangsa
yang sebelumnya tidak pernah mempunyai pengalaman politik yang memadai.
Faktor-faktor yang menyebabkan ekspansi itu demikian cepat antara lain adalah:
1.
Islam, disamping merupakan ajaran yang mengatur hubungan manusia dengan
Tuhan, juga agama yang mementingkan soal pembentukan masyarakat.
2.
Dalam dada para sahabat, tertanam keyakinan tebal tentang kewajiban
menyerukan ajaran-ajaran Islam (dakwah) ke seluruh penjuru dunia. Disamping
itu, suku-suku bangsa Arab gemar berperang. Semangat dakwah dan kegemaran
berperang tersebut membentuk satu kesatuan yang padu dalam diri umat Islam.
3.
Bizantium dan Persia, dua kekuatan yang menguasai Timur Tengah pada waktu
itu, mulai memasuki masa kemunduran dan kelemahan, baik karena sering terjadi
peperangan antara keduanya maupun karena persoalan-persoalan dalam negeri
masing-masing.
4.
Pertentangan aliran agama di wilayah Bizantium mengakibatkan hilangnya
kemerdekaan beragama bagi rakyat. Rakyat tidak senang karena pihak kerajaan
memaksakan aliran yang dianutnya. Mereka juga tidak senang karena pajak yang
tinggi untuk biaya peperangan melawan Persia.
5.
Islam datang ke daerah-daerah yang dimasukinya dengan sikap simpatik dan
toleran, tidak memaksa rakyat untuk mengubah agamanya dan masuk Islam.
6.
Bangsa Sami di Syria dan Palestina dan bangsa Hami di Mesir memandang
bangsa Arab lebih dekat kepada mereka daripada bangsa Eropa, Bizantium, yang
memerintah mereka.
7.
Mesir, Syria dan Irak adalah daerah-daerah yang kaya. Kekayaan itu membantu
penguasa Islam untuk membiayai ekspansi ke daerah yang lebih jauh.
Mulai dari masa Abu Bakar sampai kepada Ali dinamakan periode Khilafah Rasyidah. Para khalifahnya disebut al-Khulafa’ al-Rasyidun, (khalifah-khalifah yang mendapat petunjuk). Ciri masa ini adalah para khalifah betul-betul menurut teladan Nabi. Mereka dipilih melalui proses musyawarah, yang dalam istilah sekarang disebut demokratis. Setelah periode ini, pemerintahan Islam berbentuk kerajaan. Kekuasaan diwariskan secara turun temurun. Selain itu, seorang khalifah pada masa khilafah Rasyidah, tidak pernah bertindak sendiri ketika negara menghadapi kesulitan; Mereka selalu bermusyawarah dengan pembesar-pembesar yang lain. Sedangkan khalifah-khalifah sesudahnya sering bertindak otoriter .
Spinomenal Online Casino
BalasHapusSpinomenal Online 제왕 카지노 Casino is the new and best way for you to get a great experience kadangpintar playing online casino games online. งานออนไลน์ We have a great selection of